30 Januari 2011

Diary Calon Guru: “Calon Guru Kok Nyontek?!”


*ini tulisan khusus untuk teman-teman saya di kampus, kalau sekiranya tidak ingin membaca keseluruhan (lumayan panjang nih:D), langsung baca bagian terakhir aja ya. Cuma beberapa kalimat yang ada tanda PS nya*

Well, yang satu kelas sama saya pasti hafal banget kalo dari dulu, dari jaman Indonesia belum merdeka, eh salah maksudnya dari jaman caturwulan sampai jaman semester, saya termasuk yang agak (agak aja ya. Hehehe) pelit kalo dimintai jawaban pas ujian. Iya kan?

Apalagi kalo ujiannya pas mapel/matkul yang sulit, makin sulit juga saya akan membagi jawaban. Biasanya saya akan cepat-cepat mengerjakan dan mengumpulkannya begitu saja tanpa menunggu yang lain. (ini nih, yang buruk-buruk keluar semua :p). kecuali kalau momen-momen tertentu seperti UN, saya akan dengan senang hati membagi jawaban. Tapi kalau hanya ulangan harian atau semesteran, jujur saya agak berat memberikan jawaban pada yang (katanya) membutuhkan.

Maka pada kesempatan yang berbahagia ini *ehm.. diselingi deheman* saya akan mengutarakan yang masih menghadap ke selatan dan membaratkan yang masih menghadap ke timur. Halah!

Saya akan sedikit berbagi kenapa saya melakukannya,

  1. Nilai bukan segalanya

Saya yakin, sangat yakin bahwa kita semua sepakat bahwa nilai bukanlah segala-galanya yang kita cari. Kalaupun ada hal-hal tertentu yang hanya melihat nilai sebagai ukuran, itu tidak akan mengesampingkan kompetensi si pemilik nilai sendiri. Maka dalam pendapat saya mereka yang minta jawaban dengan alasan agar nilainya bagus (kecuali UN yang mensyaratkan nilai minimal), bukanlah mereka yang pantas untuk dibantu. Saya belajar keras untuk memahami pelajaran dan mengerjakan ujian, dengan mudah harus mempersembahkan nilai bagus untuk orang lain? Sorry ya!

2. Saya sudah bekerja keras!

Ini jawaban kenapa di soal-soal yang sulit saya pelit. Jadi begini kawan, kita satu kelas pasti dapat soal yang sama. Nah, kalau soal itu sulit, otomatis saya juga harus bersusah payah mengerjakan sampai menghabiskan waktu bermenit-menit. Lalu ada yang Cuma berdiam diri (dengan alasan mentok ndak bisa mengerjakan soal tsb) dengan mudah ingin menyalin jawaban yang saya harus mengerjakannya dengan susah payah. Siapa lu siapa gua?! Enak banget tinggal nunggu jawaban sementara saya harus mengerjakan sampai pusing 8 keliling?


3. Saya calon guru!

Karena saya kuliah di STKIP, sudah pasti saya ingin jadi guru. Nah kalo calon guru aja nyontek, gimana nanti muridnya? Gimana kalau hukum karma benar-benar berlaku dan semua calon guru yang suka nyontek nantinya akan dapat murid-murid yang jauh lebih jago nyontek dan nyebelin? (nulis contekan di paha misalnya? Hii..). Saya malu sama cita-cita saya sendiri kalau saya membudayakan nyontek. Jujur, saya juga masih sering ‘diskusi’ saat ujian, tapi insyaAllah hanya sebatas itu. Tidak sampai buka catatan dan menyalinnya di lembar jawaban.

Intinya, kecerdasan yang sebenarnya tidak terletak pada nilai-nilai di atas kertas, kan?. Sebenarnya saya masih bisa setuju dengan sistem ujian tertulis senyampang ujian itu diterima dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh (mengandalkan otak sendiri). Sudahlah, lupakan dulu nilai-nilai yang akan kita dapat. Jangan pertaruhkan kemampuan dengan nilai yang tidak akan berguna lagi jika kita sudah terjun ke lapangan. Yang penting mari kita cari pemahaman dan penguasaan yang utuh, bukan sekedar nilai.

Ketika mereka yang saya kasih contekan mendapat nilai yang lebih bagus dari saya (dan mereka bangga), jujur saya sakit hati. Dan itu salah satu yang membuat saya malas memberi contekan. Ketika lembar jawaban telah dinilai dan guru/dosen hanya melihat hasil akhir, tanpa tahu darimana siswa mendapat jawaban, maka semua kerja keras saya untuk mengerjakan seakan sia-sia saja. Untungnya tidak semua pengajar berwatak seperti itu.

Jadi ketika saya tidak memberi contekan ketika ada yang bertanya, bukan kok saya tidak solider, sombong apalagi sok pandai. Satu hanya tidak ingin memperbodoh teman-teman sekalian. Jika saya memberi jawaban, berarti saya telah membiarkan teman-teman tidak berusaha dan kehilangan satu kesempatan emas menjawab pertanyaan. Bukankah kita sekolah untuk mendapat ilmu dan bukan hanya selembar ijasah?

PS: Teman-teman, maaf. Saya tahu saya juga masih sering diskusi dengan kalian saat ujian. Saya tidak bermaksud sok suci dengan tulisan ini. Saya hanya ingin mengajak kalian untuk berubah. Yuk, kita ubah pandangan kita tentang ujian. Ujian bukan hanya ajang mengukir A, B, C, D atau E. ujian adalah kesempatan bagus untuk mengukur kemampuan kita. Yuk, hilangkan kebiasaan buruk itu bersama-sama. Semoga kita adalah calon-calon guru berkualitas. Amin.. mari kita libas ujian 2 hari terakhiirrr!!!!

15 Januari 2011

Diary Calon Guru: NIP Kamu Berapa?

Diary Calon Guru: NIP Kamu Berapa?

"NIP-mu berapa?"

"150.."

"wah.. itu mendingan, aku aja 200.."

Awalnya saya bingung juga denger perbincangan macam begitu. Setahu saya NIP (Nomor Induk Pegawai) untuk para guru itu diawali angka 130, 131, 132 dan sebagainya untuk edisi lama. Sedangkan untuk NIP yang baru memakai tahun lahir ybs dan berjumlah 18 digit dengan susunan sbb:

19750817 200904 1 001

*Penjelasan digit

  • digit ke 1-8, adalah tanggal lahir 17 agustus 1975 (ditulis: tahun-bln-tgl),
  • digit ke 9-14, adalah tanggal pengangkatan sebagai CPNS bulan April 2009 (ditulis terbalik tahun-bulan),
  • digit ke-15, adalah jenis kelamin (1 Laki-laki, 2 Perempuan),
  • digit ke 16-18, adalah nomor urut kepegawaian PNS

Nah, masa iya PNS guru lahir di tahun 150x atau 200x. Nggak mungkin kan?

Penasaran saya terjawab ketika tes PNS dilaksanakan. Jadi NIP yang berawalan 150 atau 200 itu adalah 'harga' NIP itu sendiri, bukan NIPnya..

150 berarti 150 juta dan 200 berarti 200 juta. Kira-kira begitu.

"Ah, kayak nggak tau jaman sekarang aja mbak!" komentar orang-orang di sekitar saya.

Lalu mau dikemanakan usaha saya dan teman-teman selama bertahun-tahun ini nantinya? sudah capek-capek kuliah, harus beli NIP juga?

oo.. Tidak bisa!

Sebenarnya ini masalah klasik dan sebuah rahasia umum. Tapi mau apa lagi, si pembeli punya uang dan si penjual punya NIP. Ya udah, apa yang menghalangi sebuah 'transaksi' jual beli?

paling-paling hanya serbuan sumpah serapah dan kutukan dari mereka-mereka yang tak punya uang sebanyak si pembeli.

Dan bukan masalah mudah menghilangkan praktek itu di masyarakat (bahkan mungkin mustahil, bangsa kita sudah berbudaya KKN!). Mereka yang punya uang tinggal pesan tempat dan mereka yang tidak tinggal pontang-panting kesana kemari membawa ijasah dan kemampuan, mencari tempat yang tidak melayani transaksi jual beli.

Saya jadi bertanya, orang yang 'beli NIP' macam itu, pahalanya sebagai guru sah nggak ya? ups, ini masalah berat. Urusan pahala, men!. Jadi begini, dalam pendapat saya (sekali lagi hanya pendapat!), guru yang memulai karier kepegawaiannya saja dengan cara yang tidak sportif, jalur belakang dan suap menyuap seperti itu kan toh tetap akan mendapat gaji. Nah, gaji yang mengalir tiap bulan itu bukankah 'dipondasi' oleh pondasi yang jelas-jelas salah?

Kalau saya sih, tentu lebih milih bisa jadi guru tanpa beli-beli segala kecuali beli amplop, kertas folio dan perangko untuk kirim lamaran. Selain tidak punya 'uang NIP', saya biarpun cuek dan sok teu begini juga masih takut sama Allah. udah deh, cari pendapatan yang halal-halal aja. Kalaupun sampai sekarang saya belum jadi guru (dalam arti mengajar di sekolahan), biarlah itu jadi semacam cita-cita untuk masa depan. Ceileh..:D

Well, tapi buktinya nggak semua tempat harus pake acara beli-beli an segala,kok! masih ada ladang pahala yang menjanjikan pahala 100 persen murni tanpa suap menyuap. And guess what? my brother has just proved it!

kakak saya, Hendra W Pribawa baru saja membuktikannya. Dan tulisan ini rasanya cukup bijak jika saya berikan untuknya sebagai kado ucapan selamat.. I'm gonna follow your way, brother!

Then you''ll leave this place to a new (and i hope it is better) place. I wish you have a greater live there (I''m sure you will) and your small happy family is just will be much better too in everything. What you've done really inspire me, brother.. have a nice trip, good bye and see you (maybe) at Lebaran?

*Tulisan ini saya persembahkan untuk mas Hendra W Pribawa, mbak Krisani dan keponakan saya yang imut abis!, Princess Viola Aeesha.. You've perfectly being a part of my family.. :)

13 Januari 2011

Diary Calon Guru


Maka ke tempat itulah akhirnya takdir membawa saya.
Ke sebuah tempat dengan lantai abu-abu dan kursi berkarat,
tempat yang sangat panas ketika siang dan bocor di beberapa sudut ketika hujan,
tempat yang setiap ruang disekat dengan triplek tipis,
tempat yang koleksi buku-bukunya sangat antik,
sebuah tempat bernama Kampus! waw, hebat!

ya. Minimal itu lebih hebat daripada tempat berbagai merk televisi, komputer, telepon dan faksimile itu dibuat. Tempat yang dulu pernah saya jadikan mimpi besar saya; pabrik.

Kalau saja saya boleh memilih, tentu saya akan memilih kampus dengan fasilitas lebih memadai dan kualitas jauh lebih baik dari kampus saya sekarang. Tapi kembali ke apa yang saya sebut 'takdir' tadi. saya, mau tidak mau, memang harus belajar di tempat itu. Atau jika tidak saya akan menjadi kuli pabrik di Batam atau Malaysia. pilih mana? pilih kampus, lah!

Kadang ingin juga mendapat sesuatu yang lebih. Bahkan kadang saya berpikir kampus tempat saya belajar ini terlalu 'santai' menanggapi kemajuan jaman. Bukan melebih-lebihkan, lihatlah faktanya. Kampus antik ini masih setia dengan buku-buku jaman dulu (yang beberapa isinya sudah out of date), beberapa jam kuliah sering sekali ditinggalkan dengan santai oleh dosen dan mahasiswanya (termasuk saya), fasilitas yang.... Ah, gitu lah! malu mengatakannya.

Lalu apa yang bisa didapat dari tempat macam itu?!
Satu-satunya penghibur adalah bahwa beberapa (sayangnya tidak semua) staf pengajarnya mumpuni, profesional, penuh semangat dan memiliki apa yang saya butuhkan. Setidaknya saya bisa memanfaatkan mereka. Meski ada juga yang menyandang gelar 'dosen' namun nyatanya tak pernah sekalipun menemui kami yang disemati sebutan luar biasa, mahasiswa. Apa yang bisa diharapkan dari dosen macam itu?

Namun saya tahu semua pendapat diatas sebenarnya adalah salah. salah besar!
Kenapa? karena itu semua tidak akan pernah berpengaruh pada kesuksesan saya di masa yang akan datang. Sayalah satu-satunya penentu masa depan itu sendiri. Bukan kampus, fasilitas apalagi dosen saya. Adalah orang yang (maaf) pengecut yang menyebut kegagalannya adalah akibat tindakan atau pengaruh orang lain. Ini hidup siapa?
tak adil rasanya menyalahkan orang lain untuk kesalahan (dan kegagalan) yang kita buat sendiri.

otomatis, ketika saya memutuskan untuk belajar di tempat ini, saya ingin menjadi guru. Aih, mulia sekali ya?!
Seperti pertanyaan yang terlontar dari hampir semua teman-teman saya, bisakah setelah lulus nanti saya menjadi guru?
kalau sekedar menjadi guru pasti bisa, tapi guru macam apa? guru yang hanya datang ke sekolah untuk menyuruh muridnya mencatat? guru yang bekerja hanya untuk uang? guru yang hanya berharap jadi PNS tanpa pernah berharap bisa menjadikan generasi muda Indonesia menjadi lebih baik? atau guru yang 'asal-masuk-kelas'?

Tidak!
saya tidak mau jadi guru macam begitu. Saya ingin nantinya saya menjadi guru yang bisa berbagi ilmu dengan baik, dengan kemampuan yang baik pula.

Maka ketika takdir membawa saya menjadi calon guru dari tempat seperti kampus saya ini, saya masih bersyukur. setidaknya disini masih banyak ladang untuk menjadi 'pioneer', setidaknya saya bisa menjadi pelopor untuk hal-hal yang sebenarnya sudah biasa namun disini masih luar biasa, setidaknya, setidaknya...

saya bersyukur saya bisa kuliah. Masa depan saya akan saya desain dengan kedua tangan saya sendiri. Saksikanlah bahwa tempat, fasilitas dan orang-orang disekitar sama sekali tidak akan mempengaruhi masa depan saya. Saya lah yang punya hak penuh untuk itu (dan itu akan saya gunakan).

Mungkin terkesan terlalu bersemangat, terlalu berlebihan, tapi apa salahnya?
Mengapa harus mengeluh ketika kita masih punya otak untuk berpikir, dua tangan untuk meraih dan dua kaki untuk melangkah?

Saya, satu dari berjuta orang dengan mimpi besarnya, sangat bersyukur atas apa-apa yang saya dapatkan sekarang...
semoga Allah memberi cukup ruang bagi mimpi-mimpi itu untuk menjadi nyata..:)

Tolong Saya! Please Help Me!

Teman-teman yang baik, tolong bantu saya ya..
simple, cuma vote saya aja utk mendapatkan summer course di Kanada.. tinggal ikuti link yang nanti akan saya berikan dan klik jempol diatasnya ya (di link tsb).. makasih buanyak.. :)

ini link-nya: http://joiedemontreal.ca/profile/4241/winwin-faizah

Hi my great friends..
please help me to get my dream comes true. vote me to get a summer course in Canada. it's simple, just follow the link below and click on the thumb pic (like) on the link below. that's all and you'll help me get closser to my dream.. thanks a lot.

here is the link: http://joiedemontreal.ca/profile/4241/winwin-faizah