#2
BEDAH BUKU ‘SURAT BERDARAH UNTUK PRESIDEN’
Acara sebenarnya di Perpustakaan Unair itu adalah Bedah Buku ‘Surat Berdarah untuk Presiden’ yang berisi kisah kisah dan curahan hati para TKI di Hongkong. Ada kisah pilu, ada pula kisah bahagia. Buku ini dibedah oleh bunda Pipiet Senja, bunda Sastri Bakry dan satu lagi pembicara adalah pak Gitadi dari Unair.
Isi bukunya sendiri hampir mirip dengan buku ‘Kepada Yth Presiden RI’ yang sudah pernah kuresensi (kalau mau baca disini: http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150101558753237). Tapiii… pengalaman membaca seluar biasa apapun kalau dibandingkan dengan bertemu langsung penulisnya (atau orang yang berhubungan dengan buku itu) pasti beda doong.. jadi tetep aja, motivasi utama datang ke Unair pagi itu bagiku adalah bertemu pembicaranya. :D
Bagian terbaik dari acaranya menurutku adalah ketika mbak Prapti (panitia, anggota Migrant Institute dan eks- TKW di Singapura dan Hongkong) membaca salah satu kisah dalam buku tersebut tentang seorang TKW yang meninggal akibat digigit anjing majikannya di Hongkong. Hampir semua peserta tersihir bahkan beberapa menangis karena penghayatan mbak Prapti yang luar biasa. Sebagai orang yang bekerja di BKK, aku miriis banget denger kisah itu. Alhamdulillah selama ini belum pernah ada kasus seperti itu di BKK.
Selanjutnya, ya seperti acara bedah buku biasanya. Ketiga pembicara membedah tuntas buku tsb sampai sekitar pukul 11.30. Jujur di beberapa bagian aku tak begitu memperhatikan penjelasan mereka, aku justru bingung mencari pinjaman HP untuk update status. Hehehe. Ketauan deh, bikin note pake laptop pinjaman, update status juga pake HP pinjaman. Hahaha, melas dot com :D! masalahnya memang HPku lagi nggak bisa dipakai untuk update status. Jadi status “Alhamdulillah, satu dari berjuta mimpi saya hari ini terwujud” itu kutulis dengan HP pinjaman dari Aik :D
Aku harus dua kali keluar ruangan dan melewatkan beberapa bagian acara. Pertama ke toilet dan kedua mengantar uang untuk si adik yang sebelum acara kuantar beli teh yang pengen cari makan tapi lupa nggak bawa uang padahal udah terlanjur sampai depan gedung. Dari awal hingga akhir, harus kuakui (lagi) konsentrasi terbesarku bukan pada apa yang disampaikan tapi siapa yang menyampaikan (hehe, pis!). Kembali ke alasan awal pergi ke Surabaya: bertemu bunda Pipiet Senja (dan kemudian dapet ‘bonus’ ketemu bunda Sastri Bakry, Adzimattinur Siregar, teman-teman Migrant Institute, dll). What a wonderful chance! :)
Tiba saatnya perpisahan..
Bagian paling menyedihkan. Hiks.. :(
Selesai acara Alhamdulillah aku masih sempat berfoto ria dengan bunda Pipiet dan bunda Sastry. Tapi setelah itu harus segera meninggalkan tempat karena teman-teman rombongan harus segera kembali ke Ngawi. Dengan perkiraan perjalanan 7 jam saja, kami bisa sampai Ngawi sekitar jam 7 malam. Ingin sekali bisa ngobrol lebih lama dengan bunda Pipiet, tapi kondisinya nggak mungkin. Teman-teman harus segera pulang (walaupun akhirnya aku dan dua temanku memisahkan diri dari rombongan) dan kami belum sholat, belum makan. Bunda Pipiet sendiri sepertinya juga direpotkan dengan melayani permintaan tanda tangan dan pertanyaan wartawan.
Hiks, harus berpamitan dengan bunda Pipiet. Mencium tangannya untuk yang kedua kali dan memeluknya sejenak, memberikan kado ulang tahun (bunda Pipiet berulang tahun hari itu) dan berjanji akan menulis catatan ini. Detik itu aku baru tersadar, pertemuan kami amat singkat. Acara sekitar 3 jam dan interaksi langsung (diluar bedah buku) yang sepertinya tak lebih dari 15 menit. Padahal aku dan teman-teman butuh waktu sekitar 7 jam hanya untuk mencapai tempat itu. Tapii.. itu tetap luar biasa! Seperti yang telah kubilang sebelumnya, pertemuan singkat itu telah membayar lunas semua perjuangan ke tempat itu. Dan aku sangat bersyukur untuk itu semua.. terima kasih Allah, terima kasih bunda Pipiet.. :)
Ya sudah, aku meninggalkan ruangan itu. Beberapa kali masih menengok ke belakang. Ingin sekali kembali (karena semua pembicara dan panitia masih di ruangan) tapi apa mau dikata, we had to go!
Siang itu hanya semangkok bakso yang jadi menu makan siang (sekaligus makan pagi dan makan sore) tapi sama sekali aku tak merasa lapar. Entah kenapa, mungkin karena terlalu bahagia :D. Setelah sholat di masjid kampus, kami menanti angkot yang kembali akan mengantar ke terminal Joyoboyo utk kemudian berganti angkutan lagi ke terminal Bungurasih. Mau tak mau, acara sudah berakhir..
Backpacker-an modal nekat di Surabaya..
Dari Unair kami ber-9 sama-sama naik angkot menuju terminal Joyoboyo. Tapi akhirnya aku, Aik dan Amel memisahkan diri karena kami ingin muter-muter Surabaya dulu, mumpung udah ada disana sayang untuk dilewatkan getoo.. :D
Untungnya mbak Yani (koordinator rombongan dari SMK N 1 Ngawi) tidak berkeberatan kalau kami berpisah. Jadi teman-teman lain turun di Pasar Pojok untuk kemudian naik bis kota ke Bungurasih sementara aku dan 2 temanku turun di Terminal Joyoboyo. Tujuan pertama kami adalah patung Suro dan Boyo yang jadi ikon kota Surabaya. Letaknya di depan Surabaya Zoo.
Sopir angkot yang kami tumpangi mengatakan kalau dari Terminal Joyoboyo tempat itu tidak jauh, kami bisa berjalan kaki dan tidak perlu naik angkutan lain.
“Itu yang ada pohon-pohon itu udah area bonbin, Mbak” kata sopir angkot
Waduh, lah kan emang sepanjang jalan ada pohon, masa bonbin di tengah jalan seeh? Hehe.
Tapi akhirnya kami menuruti pak sopir angkot. Kami berjalan menuju ‘pohon-pohon’ yang ditunjuk beliau sebelumnya. Memang benar ternyata itu sudah masuk area bonbin karena di sepanjang temboknya ada relief binatang-binatang. Tapi sepertinya itu bagian belakang bonbin! Buktinya kami harus berjalan memutar sampai kira-kira sejauh 2 km baru akhirnya sampai di pintu gerbang Surabaya Zoo! Hmm.. lumayan buat olahraga siang. Di depan kebun binatang itulah patung Suro dan Boyo yang fenomenal itu berada. Agenda utama yang pasti futu-futu ria. Hehe..
Saat itulah kami melihat proses syuting di depan lokasi patung itu dengan presenternya seorang perempuan berjilbab dengan boneka Susan di tangannya.
“Wah, enek Erie Susan, Cah! Minta foto bareng yuukk..” ajakku pada dua temanku yang langsung dibalas dengan gelengan kepala.
“Idiih.. iku mah bukan Erie Susan..” kata Aik
“Iyoo.. itu lo liaten boneka ne, itu kan si Susan. Eh tapi nama perempuan yang biasa bawa boneka Susan itu siapa sih? Erie Susan bukan?” balasku
Akhirnya perdebatan kami tidak berujung dan mbak ‘Erie Susan’ itu tetap syuting sementara kami menjauh dan memilih mencari es Degan di depan pintu gerbang Surabaya Zoo. Setelah kami perhatikan secara seksama dan mendalam (dari kejauhan), ternyata si perempuan yang bawa-bawa boneka (mirip) Susan itu tidak seperti mbak yang biasa di TV itu. Perempuan itu memang bukan Erie Susan!
Dan sekarang aku baru sadar, yang namanya Erie Susan itu bukannya penyanyi dangdut? Yang bawa-bawa boneka Susan itu kan kalo gak salah namanya Ria Enes (atau Ria Ernest aku agak lupa) yak? Hihihi, untung gak sempet minta foto bareng, pasti malu deh kalo nyapa si Mbak dengan panggilan ‘Mbak Erie Susan’.. :D
Next, sebagai Cilok-ers aku dan Amel memutuskan untuk beli Cilok di seputaran patung Surabaya. Jauh-jauh sampai Surabaya, belinya tetep cilok. Cape deehh.. ! *jajan murah meriah
Waktu Ashar tiba, kami sholat di sebuah masjid di dekat lokasi kebun binatang Surabaya. Sebelum sholat, masih sempat pula foto-foto di sebuah taman di depan masjid. Hehe, dasar narsis!.
Nama masjid itu Masjid Al-Falah, ternyata satu komplek dengan sebuah SD dengan nama sama: SD Al Falah. Masjidnya bersih dan rapi, nyaman sekali sholat di tempat itu. Alhamdulillah..
Lanjutt..
Abis sholat kami bertiga dengan PeDe asal naik bis kota. Persepsi kami, semua bis kota pasti tujuannya sama: Terminal Bungurasih. Nah, dalam perjalanan sebelum sampai terminal kan pasti nglewatin Graha Pena tuh, itu dia tujuan kami selanjutnya: Graha Pena (markas JTV dan Jawa Pos) dan gedung DBL Arena.
Walaupun akhirnya pak sopir bis memberhentikan kami sebelum Graha Pena karena katanya kalau pas di depan Graha Pena kami malah tidak bisa nyebrang. Akhirnya kami turun di Zebra Cross depan KFC Jl. A. Yani Surabaya dan menyebrang dengan selamat sentausa atas bantuan seorang polisi lalu lintas. Hehe, emang lagi rame banget Surabaya sore itu. Di depan KFC, bukannya lekas masuk dan memesan ayam goreng atau apa kek gitu, kami malah membuka tas kresek yang kami bawa. Isinya cilok yang kami beli di depan Surabaya Zoo tadi. Hahaha.. makannya aja di depan KFC, tapi yang dimakan cilok! Walau gitu sempet juga kok foto di depan KFCnya. :D
Dan faktanya.. psstt.. Cilok di Ngawi jauh lebih enak daripada Cilok di Surabaya! (setidaknya perbandingan dengan cilok yang kami beli di depan Surabaya Zoo itu).
Akhirnya kami berjalan menuju Graha Pena yang ada logo JTV di depannya. Niat semula ingin masuk dan mengambil gambar di dekat pintu masuk gedung. Tapi eeh ciut duluan gara-gara yang masuk pake mobil semua dan sepertinya hanya karyawan, nggak ada orang biasa yang masuk. Belum lagi musti ijin ke pak Satpam, jadi ya foto-fotonya dari jauh aja deh, yang penting keliatan gedungnya. Hehe. Apalagi Amel dan Aik ngotot nggak mau kuajak masuk. Huh!
Disamping Graha Pena ada DBL Arena, sangat terkenal sebagai arena pertandingan bola basket yang biasa diadain Jawa Pos (Deteksi), di tempat ini kami bisa masuk di halaman dengan leluasa dan berfoto-foto ria. Virus narsis benar-benar merajalela! :D
Tak puas dengan Graha Pena dan DBL, kami terus berjalan (aduuh perasaan jalan mulu dari tadi, padahal belum makan tapi seneng banget jalan, gini deh nasib kalo pengen jalan-jalan tapi kantong tipis, jalan-jalan ala backpacker sejati getoo :D). Lewat depan Univ. Bhayangkara, foto lagi. Sampai di jembatan penyeberangan, foto lagi. Depan IAIN Sunan Ampel Surabaya, foto lagiii!. Tips liburan asyik murah meriah ala Winwin+Amel+Aik : Nggak usah beli jajan, jalan kaki, cukup siapkan kamera atau HP yang dilengkapi kamera, jepreett! Jadi deh! :D
Sebenarnya kami masih ingin mengunjungi 2 tempat: Taman Kota dan City of Tomorrow. Tapi berhubung sudah jam 4 lebih, kami memutuskan untuk langsung ke Bungurasih. Amel akan nginep lagi dirumah Budhenya sementara Aik nginep dirumah temannya. Jadilah hari itu aku pulang sendiri naik bis Sumber Kencono yang sialnya kala itu aku dapet bis yang tidak ber-AC (karena sudah terlalu sore nggak bisa milih-milih lagi). Ketika bis sudah berjalan aku baru sadar bahwa aku sama sekali tak membawa minuman dan perutku keroncongan. Hufh, baru bisa beli air minum di daerah Mojokerto ketika ada pedagang asongan masuk. Seperti umumnya bis SK, bis yang kutumpangi tentu saja berjalan ugal-ugalan ditambah lampu bis yang ‘byar pet’ bikin suasana makin nggak enak. Kuputuskan untuk tidur dan melupakan rasa lapar, berharap 4 atau 5 jam lagi bisa ketemu nasi dirumah..
Sampai rumah sekitar jam 10 malam, harus keluar lagi untuk beli nasi pecel sebagai menu makan malam dan memamerkan pengalamanku berpelukan dengan seorang Pipiet Senja ke seisi rumah (hahaha, bukannya cerita tentang bedah bukunya :D). Setelah itu mandi, sholat dan menulis bagian pertama kisah ini, semuanya selesai sekitar jam 12 malam, tak beda jauh lah dengan jam ketika aku bangun hari sebelumnya. Hehehe.
Begitulah 16 Mei 2011 telah menjadi hari dimana mimpiku menjadi nyata. Alhamdulillahirrobilalamin, terima kasih Allah, terima kasih bunda Pipiet Senja, bunda Sastri Bakry, teman-teman Migrant Institute, Aik, Amel, mbak Yani, teman-teman Pustakawan SMK N 1 Ngawi dan semuanyaa.. I love you all :)
(sudah tidak) Bersambung.. “:D
PS: foto-foto ada di http://www.facebook.com/notes.php?id=1151574819&s=10#!/note.php?note_id=10150195672093237